Alex Noerdin Kembali Jadi Tersangka, Kini Terseret Kasus Korupsi Pasar Cinde

PALEMBANG,Beritafaktanews.id — Mantan Gubernur Sumatera Selatan dua periode, Alex Noerdin, kembali terseret kasus hukum. Kali ini, ia resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan korupsi proyek pemanfaatan lahan Pasar Cinde Palembang oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel), berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-15/L.6.5/Fd.1/07/2025, tertanggal 2 Juli 2025.

Penetapan ini menambah panjang daftar kasus hukum yang menjerat mantan Bupati Musi Banyuasin tersebut. Sebelumnya, Alex telah dijerat dua perkara besar lainnya, yakni:

Bacaan Lainnya

1. Dugaan Korupsi PD PDE

Pada September 2021, Kejaksaan Agung menetapkan Alex sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PD PDE) saat ia masih menjabat Gubernur Sumsel. Kasus ini disebut menimbulkan kerugian negara sebesar 30 juta dolar AS.

2. Dugaan Korupsi Masjid Sriwijaya

Tak lama berselang, Alex kembali dijerat dalam perkara dugaan korupsi pembangunan Masjid Raya Sriwijaya. Negara dirugikan hingga Rp130 miliar dalam kasus ini. Ia divonis 12 tahun penjara, namun dipangkas menjadi 9 tahun setelah kasasi di Mahkamah Agung.

Dengan demikian, saat kembali ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Pasar Cinde, Alex diketahui belum bebas dan masih menjalani hukuman penjara.

Korupsi Pasar Cinde: 4 Tersangka, Kontrak Bermasalah, dan Cagar Budaya Hilang

Selain Alex Noerdin, Kejati Sumsel juga menetapkan tiga tersangka lainnya dalam perkara yang sama:

RY – TAP-14/L.6.5/Fd.1/07/2025

EH – TAP-16/L.6.5/Fd.1/07/2025

AT – TAP-17/L.6.5/Fd.1/07/2025

Aspidsus Kejati Sumsel, Umaryadi, menjelaskan bahwa kasus bermula dari rencana pemanfaatan aset milik Pemprov Sumsel untuk pembangunan fasilitas pendukung Asian Games 2018. Salah satu aset yang dikembangkan adalah Pasar Cinde, melalui skema Bangun Guna Serah (BGS).

Namun, proses pengadaan tidak sesuai ketentuan. Mitra BGS diduga tidak memenuhi kualifikasi, sementara kontrak yang diteken tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Akibatnya, bangunan cagar budaya Pasar Cinde diratakan tanpa dasar hukum yang kuat, dan muncul dugaan aliran dana ke pejabat tertentu untuk pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Lebih lanjut, penyidik menemukan bukti adanya upaya menghalangi proses penyidikan. Bukti elektronik berupa percakapan menunjukkan ada pihak yang bersedia “pasang badan” dengan imbalan uang sekitar Rp17 miliar, bahkan mencari orang lain untuk dijadikan pemeran pengganti tersangka.

“Kami tidak menutup kemungkinan menerapkan pasal obstruction of justice dalam perkara ini,” tegas Umaryadi. Hingga kini, sekitar 74 saksi telah diperiksa. (Red)

Pos terkait