banner 728x250 banner 728x250 banner 728x250
banner 728x250

banner 728x250
Berita  

Dari Ibu Rumah Tangga Jadi Penggerak Songket Desa: Kisah Yenny Puspitasari dan Songket Behembang Lingge.

Dari Ibu Rumah Tangga Jadi Penggerak Songket Desa: Kisah Yenny Puspitasari dan Songket Behembang Lingge.

banner 120x600
banner 468x60

Beritafaktanews.id –
“Dulu saya hanya ibu rumah tangga,” kenang Yenny Puspitasari. Kisah perjalanannya dimulai dari seorang ibu rumah tangga yang kini menjadi Ketua Sentra Industri Bukit Asam (SIBA) Songket. Ia adalah penggerak di balik lahirnya Songket Behembang Lingge, sebuah karya tenun khas Tanjung Enim, Desa Lingga, Muara Enim.

Perjuangan Bermula dari Keinginan Sederhana

banner 325x300

Pada tahun 2016, Yenny bersama ibu-ibu PKK bertekad mencari cara untuk menambah penghasilan keluarga. Niat sederhana ini disampaikan kepada tim CSR PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan disambut baik. PTBA memberikan dukungan berupa alat tenun, benang, dan guru pembimbing.

Bagi Yenny, menenun bukan hanya soal penghasilan, tetapi juga menjaga identitas dan sejarah desa. Songket Behembang Lingge tidak sekadar kain tenun biasa, setiap helai benangnya menyimpan kisah desa. Motif utamanya terdiri dari tiga corak: Bunga Rosela, Bunga Kertas, dan Bunga Tanjung. Bahkan, motif Bunga Tanjung telah mendapatkan hak paten pada 2024.

Ciri Khas Sejarah dalam Setiap Tenunan

Menurut Yenny, Songket Behembang Lingge berbeda dengan songket Palembang lainnya.
“Songket kita berbeda dengan yang lain karena ditumpal (motif) songket kita ada ciri khas sendiri, seperti sejarah Desa Lingge. Di sana kita mengingat sejarah kita, di tumpalnya itu ada kujur, keris, gung, disitu kita tanamkan. Sementara kalau di Songket Palembang yang lain tidak ada ciri khas itu,” jelasnya.

Yenny berharap Songket Behembang Lingge dapat menjadi identitas lokal, bahkan dijadikan seserahan pernikahan masyarakat Desa Lingga. Dengan begitu, masyarakat tidak lagi menggunakan songket dari luar.

Inovasi Ramah Lingkungan Tingkatkan Nilai Jual

SIBA Songket juga berinovasi dengan mengganti pewarna sintetis menjadi pewarna alami. Benang diwarnai dengan kunyit, daun jambu biji, secang, dan pinang.

Selain ramah lingkungan, inovasi ini meningkatkan nilai jual. Songket dengan pewarna sintetis biasanya dijual Rp3 juta, sementara songket premium dengan pewarna alami bisa mencapai Rp5 juta per setel. Hasil ini turut menambah pendapatan para pengrajin.

Dukungan Penuh untuk Pengembangan Usaha

Untuk memperluas pasar, SIBA Songket telah bekerja sama dengan PaDi UMKM (Pasar Digital). PTBA juga memfasilitasi keikutsertaan mereka dalam berbagai pameran, seperti Bazar UMKM untuk Indonesia di Jakarta dan Pameran Bangga Buatan Indonesia di Palu.

Tidak hanya itu, PTBA juga memberikan pelatihan manajemen keuangan, digital marketing, hingga teknik menenun dan pewarnaan alami. Hak Cipta motif pun difasilitasi. Konsistensi pembinaan ini membuat SIBA Songket meraih Bina Mitra UMKM Award 2024.

Kini, Songket Behembang Lingge bukan sekadar kain, tetapi simbol perjuangan ibu-ibu desa dalam merangkai sejarah, meningkatkan ekonomi, dan melestarikan budaya. Yenny Puspitasari yakin, dengan dukungan berkelanjutan, songket khas Desa Lingga akan terus berkibar dari Muara Enim hingga kancah nasional dan internasional. (R01-R12-BFN)

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *