Beritafaktanews.id– PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Mulai Menapaki Jejak Hijau: Dari Tambang ke Panel Surya dan Ladang Pangan
Di tengah sorotan global terhadap energi fosil yang kian tersudut, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) justru menunjukkan arah baru. Semester I 2025, perusahaan anggota holding BUMN MIND ID ini berhasil meraup pendapatan Rp20,45 triliun, naik 4 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.
Di balik capaian itu, PTBA mulai melakukan transformasi strategis: mengolah batu bara menjadi energi surya dan bahkan pupuk hayati untuk ketahanan pangan nasional.
Selama enam bulan pertama 2025, PTBA membukukan produksi batu bara 21,73 juta ton, meningkat 16 persen dari periode sama tahun sebelumnya yang sebesar 18,76 juta ton. Penjualan pun naik 8 persen menjadi 21,62 juta ton, dengan komposisi 54 persen untuk kebutuhan domestik dan 46 persen ekspor.
Meski permintaan dari Tiongkok sempat melambat, PTBA mampu bertahan dengan memperluas pasar ke Bangladesh, India, Vietnam, Filipina, hingga Thailand. Dari sisi laba, PTBA mencatat Rp833,05 miliar dengan EBITDA Rp2,20 triliun. Angka ini menegaskan bahwa bisnis batu bara masih menjadi penopang keuntungan perusahaan di tengah ketidakpastian global.
Melangkah ke Energi Hijau
Namun, PTBA sadar betul batu bara tidak selamanya bisa jadi tumpuan. Pada 17 Juni 2025, melalui anak usaha PT Bukit Energi Investama (BEI), perusahaan meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Timah Industri berkapasitas 303,1 kWp di Cilegon.
Dengan tambahan ini, total kapasitas PLTS PTBA kini menembus 1 megawatt-peak (MWp). Angka tersebut memang masih kecil dibandingkan produksi batu bara, tetapi menjadi langkah simbolis menuju target Net Zero Emission 2060.
PLTS ini juga menjadi contoh sinergi antar-BUMN, dengan BEI sebagai investor, Krakatau Chandra Energy sebagai pengelola kawasan, dan PT Timah Industri sebagai pengguna energi.
Hilirisasi ke Dunia Pertanian
Transformasi tidak berhenti di energi hijau. Pada 21 Agustus 2025, PTBA bersama Universitas Gadjah Mada (UGM) meresmikan alat produksi kalium humat, turunan batu bara berkalori rendah yang bisa diolah menjadi pembenah tanah dan pupuk hayati.
Produk ini diyakini dapat meningkatkan kesuburan lahan, memperbaiki struktur tanah, sekaligus mendukung produktivitas pertanian. Dalam jangka panjang, inovasi ini dapat memperkuat agenda pemerintah menuju swasembada pangan nasional.
> “Kalium humat adalah bukti persembahan kami bagi negeri untuk menghadirkan energi tanpa henti,” ujar Turino Yulianto, Direktur Hilirisasi dan Diversifikasi Produk PTBA.
Tiga Pilar Transformasi PTBA
Jika dirangkum, strategi PTBA saat ini bertumpu pada tiga pilar:
1. Bisnis inti tetap solid dengan menjaga kinerja produksi dan penjualan batu bara serta memperluas pasar.
2. Transisi energi hijau melalui pengembangan PLTS dan energi terbarukan.
3. Hilirisasi sektor pangan dengan inovasi kalium humat untuk mendukung ketahanan pangan.
Ketiga pilar ini saling menopang, memperlihatkan bahwa transformasi PTBA bukan sekadar jargon, tetapi sudah menjadi roadmap konkret.
Kini, PTBA berada di persimpangan: di satu sisi batu bara masih menjadi mesin uang, di sisi lain tuntutan global mendorong energi bersih dan keberlanjutan. Dari tambang di Tanjung Enim, hingga ladang pertanian yang membutuhkan pupuk hayati, PTBA tengah membuktikan bahwa batu bara bisa berubah wajah.
Pertanyaannya, mampukah PTBA menyeimbangkan profit jangka pendek dengan investasi jangka panjang di sektor hijau? Publik menunggu jawabannya. Satu hal yang jelas, transformasi sudah dimulai—dan jejak PTBA kini tak lagi sebatas di tambang, tetapi juga di ladang dan panel surya.
(R01-R12-BFN)












