Jakarta Beritafaktanews.id– Dosen Hukum Tata Negara Universitas Indonesia sekaligus Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini, menegaskan bahwa istilah nonaktif bagi anggota DPR tidak dikenal dalam Undang-Undang MD3. Menurutnya, langkah partai yang menyatakan menonaktifkan kader di DPR hanyalah kebijakan internal, tanpa dampak hukum terhadap status keanggotaan parlemen.
“Undang-Undang MD3 hanya mengenal mekanisme pergantian antar waktu (PAW). Selama PAW tidak ditempuh, anggota DPR yang disebut nonaktif tetap sah sebagai anggota dewan dengan hak dan kewajiban penuh,” ujar Titi, Ahad (31/8/2025).
Proses PAW, lanjutnya, diatur dalam Pasal 239 UU Nomor 17 Tahun 2014 jo. UU Nomor 13 Tahun 2019. Mekanisme dimulai dari usulan partai kepada pimpinan DPR, diteruskan kepada Presiden, hingga terbitnya Keputusan Presiden untuk memberhentikan anggota DPR bersangkutan dan menetapkan penggantinya.
Titi menilai istilah nonaktif hanya “drama politik” untuk meredam amarah publik. Ia mencontohkan kasus Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach yang dinonaktifkan Nasdem, serta Eko Patrio dan Uya Kuya yang dinonaktifkan PAN.
“Kalau ingin menjaga marwah pribadi dan partai, sebaiknya anggota yang bersangkutan mengundurkan diri secara sukarela. Itu lebih terhormat karena memberi kepastian hukum,” kata Titi.
Menurutnya, penggunaan istilah yang tidak dikenal dalam undang-undang justru menimbulkan kebingungan. “PKPU pun tidak mengenal istilah nonaktif. Yang ada hanya meninggal, mengundurkan diri, atau diberhentikan,” tegasnya.
(R01-R12-BFN)












