Ogan Komering Ilir Beritafaktanewsid– Dugaan penyimpangan Dana Desa kembali mencuat di Desa Burnai Timur, Kecamatan Pedamaran, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Proyek Pembangunan Pasar Desa senilai Rp252.900.000 dari Dana Desa (APBN) Tahun Anggaran 2024 diduga fiktif, lantaran tidak ditemukan fisiknya di lapangan pada tahun tersebut.
Ketua Umum LSM Persatuan Masyarakat Anti Korupsi (PERMAK), Hernis, menegaskan bahwa hasil pengecekan pihaknya di Dusun I dan II Burnai Timur tidak menemukan adanya bangunan pasar berukuran 90 × 3 meter sebagaimana tercantum dalam APBDes 2024.
“Dana Rp252,9 juta dianggarkan untuk pembangunan pasar pada 2024, tetapi hingga kini tidak ada bangunannya. Kami menduga ini proyek fiktif,” tegas Hernis.
LSM PERMAK mendesak aparat penegak hukum segera melakukan audit investigatif atas dugaan penyimpangan tersebut.
Kejanggalan SPJ dan Pengakuan Sekdes
Dugaan penyimpangan semakin menguat setelah Sekretaris Desa Burnai Timur memberikan pengakuan mengejutkan saat dikonfirmasi, Senin (12/11). Ia membenarkan bahwa pembangunan pasar pada 2024 dipending akibat sengketa lahan dengan warga setempat.
Namun yang menjadi sorotan, Sekdes mengaku tidak mengetahui proses penyusunan SPJ 2024, termasuk pertanggungjawaban dana sebesar Rp252 juta tersebut.
“Kami sudah komplain, kok pasar tidak dibangunkan. Kata Pak Kades karena lahan bermasalah,” ujarnya.
“Tapi setelah itu kami kaget, ternyata SPJ 2024 sudah selesai. Itu yang membuat kami bingung.”
Sekdes menambahkan:
Pengelolaan Dana Desa sepenuhnya ditangani Kepala Desa, termasuk penyusunan SPJ.
Ia dan perangkat desa lain tidak pernah menandatangani SPJ 2024.
Informasi selesainya SPJ baru diketahui saat dipanggil Inspektorat.
Dalam pemeriksaan Inspektorat, ditemukan pula ketidaksesuaian pada proyek pengerasan jalan tahun 2025 tahap 1, baik dari sisi panjang maupun ketebalan—menunjukkan potensi penyimpangan berlapis.
Fakta Baru: Pembangunan Pasar Baru Dimulai Agustus 2025, Namun Belum Selesai
Meski tidak dikerjakan pada 2024, pada Agustus 2025 pembangunan pasar akhirnya mulai dilakukan. Namun hingga kini kondisi pasar tersebut belum selesai sepenuhnya dan masih jauh dari rencana fisik yang tercantum dalam dokumen awal.
Fakta ini semakin memperkuat dugaan kejanggalan, sebab SPJ 2024 telah dinyatakan rampung dan dana dianggap habis, sementara realisasi fisik justru dimulai setahun kemudian.
Ancaman Hukum dan Potensi Kerugian Negara
Analisis hukum dari PERMAK menyimpulkan sejumlah pelanggaran serius:
1. Pelanggaran Prinsip Tahun Anggaran
Dana 2024 wajib direalisasikan pada tahun yang sama sesuai UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara.
Pengerjaan fisik pada 2025 tanpa dasar hukum dianggap melanggar aturan.
2. Potensi Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)
Jika dana dicairkan sementara proyek tidak dilaksanakan, maka timbul kerugian negara.
Hal ini diatur dalam Pasal 2 & 3 UU Tipikor, dengan ancaman penjara hingga 20 tahun.
3. Pelanggaran Akuntabilitas Kepala Desa
Kepala Desa diduga tidak melaksanakan kewajiban transparansi dan akuntabilitas sesuai Pasal 26 UU Desa No. 6/2014.
LSM PERMAK Minta APH Bergerak Cepat
LSM PERMAK meminta Kejaksaan Negeri OKI maupun Polres OKI untuk bergerak cepat dan tidak hanya menunggu hasil audit BPK.
“Ini harus dijadikan pintu masuk mengusut penyalahgunaan Dana Desa di Burnai Timur secara tuntas,” tegas Hernis.
Kasus ini kini berada dalam radar Inspektorat Daerah, sementara publik menunggu langkah hukum selanjutnya terkait dugaan pembangunan fiktif yang menyeret anggaran lebih dari Rp252 juta.
(R01-R12-BFN)












