JAKARTA Beritafaktanews.id– Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyudi Askar, menyoroti kebijakan pemerintah yang menanggung pajak penghasilan anggota dewan dan pejabat negara. Polemik ini mencuat setelah anggota DPR mendapat tambahan tunjangan rumah sebesar Rp50 juta per bulan.
Askar mengungkapkan, praktik pembayaran pajak pejabat oleh negara sudah berlangsung lebih dari satu dekade, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010 tentang Tarif Pemotongan dan Pengenaan Pajak Pasal 21 yang dibebankan pada APBN maupun APBD.
“Di negara maju, pejabat membayar pajak sendiri tanpa fasilitas negara. Di Indonesia justru berbeda, pejabat tidak sepenuhnya bayar pajak karena ditanggung APBN,” ujarnya, Senin (25/8/2025).
Menurut Askar, aturan tersebut mencederai rasa keadilan fiskal. Pejabat yang berpenghasilan puluhan hingga ratusan juta per bulan seharusnya mampu membayar pajak sendiri, tanpa membebani anggaran negara.
Selain soal pajak, ia juga merekomendasikan agar tunjangan pejabat diperkecil. “Bukan gaji pokok yang besar, tetapi tunjangannya yang membuat beban negara membengkak,” katanya.
Askar menegaskan, revisi PP 80/2010 penting dilakukan demi menghemat anggaran sekaligus menjaga kepercayaan publik. “Jika pejabat terus menerima tunjangan tinggi sementara rakyat bergaji kecil tetap bayar pajak, ketidakadilan akan semakin terasa,” pungkasnya.
(R01-R12-BFN)












