banner 728x250 banner 728x250 banner 728x250
banner 728x250

banner 728x250

Kasus Endang Kusumawaty Jadi Sorotan, Kuasa Hukum Desak Polri Segera Usut Kejanggalan

banner 120x600
banner 468x60

Jawa Barat – Endang Kusumawaty, yang saat ini menjalani masa penahanan di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, dilaporkan menjadi korban dugaan kriminalisasi dan intimidasi berulang. Hal ini diungkapkan melalui pengaduan resmi yang diajukan oleh tim penasihat hukumnya, Ronny Perdana Manullang dan Rifmi Ramdhani, kepada Tim Reformasi Kepolisian Republik Indonesia pada 4 Desember 2025.

Pengaduan yang dikirim secara tertulis itu menyoroti dugaan intimidasi yang terus-menerus dialami Endang oleh pihak-pihak tertentu, termasuk diduga melalui oknum anggota Polri atau pejabat-pejabat yang tidak benar.

banner 325x300

“Bahwa klien kami diduga terus mendapatkan intimidasi-intimidasi oleh Sdr. Stelly Gandawidjaja dan diduga dengan cara melalui oknum-oknum anggota Polri atau pejabat-pejabat yang tidak benar,” tulis tim hukum dalam suratnya.

Endang Kusumawaty merupakan istri dari Irfan Suryanegara, mantan Ketua DPRD Provinsi Jawa Barat. Kasus hukum yang menjerat keduanya berawal dari laporan Stelly Gandawidjaja terkait dugaan penipuan dan penggelapan. Di tingkat Pengadilan Negeri, Irfan dan Endang sempat divonis bebas karena dinilai tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan yang didakwakan.

Namun, perkara ini terus berlanjut hingga ke tingkat Peninjauan Kembali (PK), yang kemudian memunculkan dua putusan Mahkamah Agung (MA) yang berbeda. Dalam Putusan PK Nomor 97, MA menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara kepada Irfan Suryanegara, namun menegaskan bahwa Irfan tidak terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang. Putusan ini juga memerintahkan agar seluruh barang bukti nomor 1 hingga 146 dikembalikan kepada pihak yang berhak, menjadi dasar hukum penting yang seharusnya dihormati dan dilaksanakan oleh aparat penegak hukum.

Sebaliknya, dalam Putusan PK Nomor 113, MA menjatuhkan hukuman enam tahun penjara kepada Endang Kusumawaty. Mahkamah Agung menyatakan Endang terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan memerintahkan barang bukti nomor 1 hingga 110 diserahkan kepada pelapor. Perbedaan amar putusan inilah yang memicu polemik dan perdebatan panjang di kalangan kuasa hukum, mengingat terdapat inkonsistensi dalam perlakuan hukum terhadap suami dan istrinya.

Tim kuasa hukum Endang menilai masalah menjadi semakin kompleks karena jaksa telah melakukan eksekusi sebelum seluruh proses PK benar-benar tuntas dan berkekuatan hukum tetap. Ironisnya, tujuh aset disebut telah diserahkan kepada pelapor, padahal dalam Putusan PK Irfan, MA menegaskan seluruh barang bukti harus dikembalikan kepada pihak yang berhak.

Persoalan semakin rumit ketika pelapor kembali melayangkan somasi agar sertifikat tanah diserahkan. Menanggapi hal ini, tim kuasa hukum menegaskan bahwa eksekusi hanya dapat dilakukan berdasarkan perintah pengadilan atau kejaksaan. Namun, meski telah diberikan penjelasan, persoalan hukum justru bergulir kembali ke ranah pidana. Pelapor melaporkan Endang ke Bareskrim Polri melalui Laporan Polisi Nomor LP/B/497/X/2025/SPKT/BARESKRIM POLRI tertanggal 9 Oktober 2025. Selanjutnya diterbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Nomor B/SPDP/254/XI/RES.1.11./2025/Dittipideksus tertanggal 24 November 2025, dengan dugaan tindak pidana penggelapan dan pencucian uang terkait sertifikat tanah.

Tim hukum menegaskan bahwa sertifikat tanah yang menjadi dasar laporan hingga kini masih berstatus sengketa perdata yang sedang bergulir di tingkat kasasi. Berdasarkan amar PK Nomor 97, sertifikat tersebut seharusnya dikembalikan kepada Endang Kusumawaty, yang namanya tercantum dalam alas hak.

“Bahwa klien kami tidak mengerti permasalahan dan tidak pernah berkomunikasi langsung dengan Sdr. Stelly Gandawidjaja. Klien kami hanya seorang ibu rumah tangga,” tulis tim hukum dalam surat pengaduannya.

Selain itu, kuasa hukum juga menyoroti adanya dugaan kejanggalan serius dalam proses penyidikan yang dilakukan aparat penegak hukum. Mereka menyoroti mulai dari penerimaan laporan yang dianggap tidak semestinya, pemanggilan pemeriksaan yang cacat prosedur, hingga penerbitan SPDP yang dinilai tidak sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

“Bahwa dalam laporan polisi tersebut terdapat dugaan intimidasi atau prosedur yang tidak benar. Laporan sepatutnya tidak diterima oleh Mabes Polri karena yang berhak meminta sertifikat adalah eksekusi/perintah pengadilan dan kejaksaan, sehingga ini bukan merupakan tindak pidana,” jelas tim kuasa hukum. Mereka juga menyoroti prosedur pemanggilan pemeriksaan yang dianggap melanggar hukum, di mana panggilan tidak diberikan secara langsung dan kurang dari tiga hari dari jadwal pemeriksaan, melanggar Pasal 227 KUHAP. SPDP terbit tanpa panggilan pemeriksaan kedua atau kesempatan klien memberikan keterangan dengan didampingi pengacara.

Atas dasar itu, demi melindungi hak-hak Endang Kusumawaty, tim kuasa hukum meminta Tim Reformasi Polri membentuk tim investigasi khusus untuk mengusut dugaan pelanggaran prosedur tersebut. Mereka juga mendesak agar diterbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap laporan yang kembali menjerat Endang.

“Bahwa dengan ini patut diduga adanya oknum yang tidak benar di tubuh Polri yang perlu kita benahi bersama guna mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap marwah Polri dan menegakkan keadilan secara benar,” demikian petikan akhir surat pengaduan.

Sebagai bentuk keseriusan, pengaduan tim hukum Endang Kusumawaty juga ditembuskan ke sejumlah lembaga tinggi negara, antara lain Presiden Republik Indonesia, Komisi III DPR RI, Kapolri, Divisi Propam Polri, Kompolnas, Komnas HAM, hingga Komnas Perempuan. Langkah ini dilakukan untuk meminta pengawasan terhadap proses hukum yang dinilai sarat kejanggalan serta berpotensi melanggar hak asasi manusia dan asas keadilan.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Polri terkait permohonan perlindungan hukum dan pengaduan yang diajukan tim kuasa hukum Endang Kusumawaty. Kasus ini pun terus menjadi sorotan publik karena dinilai menyangkut integritas penegakan hukum, prosedur yang adil, dan perlindungan warga negara dari dugaan kriminalisasi yang berulang. (KBO Babel)

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *