banner 728x250 banner 728x250
banner 728x250

banner 728x250
Berita  

Diduga Lepas Tangan Kasus Dugaan Korupsi Perjalanan Dinas Fiktif Rp 517 Juta di Dinkes

banner 120x600
banner 468x60

Labuhanbatu Utara, beritafaktanews.id
Kasus dugaan korupsi perjalanan dinas fiktif di Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Utara (Dinkes Labura) senilai Rp 517 juta memasuki babak baru. Persoalan ini tidak hanya mengungkap praktik manipulasi anggaran, tetapi juga memunculkan dugaan pelanggaran hukum oleh Inspektorat Labura yang dinilai abai dan melempar tanggung jawab sebagai pengawas internal.

Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap 10 dari 14 item perjalanan dinas menggunakan mekanisme Ganti Uang (GU) terindikasi fiktif. Modus yang dilakukan terbilang sistematis, meliputi pengajuan dana melalui akun SIPD pribadi pejabat, pencairan dana ke rekening bendahara, serta pemalsuan Surat Pertanggungjawaban (SPJ).

banner 325x300

Kejanggalan terbesar adalah praktik ini lolos dari pengawasan Inspektorat Labura, menimbulkan pertanyaan besar mengenai efektivitas kontrol internal pemerintah daerah.

Saat dikonfirmasi pada Jumat (8/8/2025), Kasubbag Evaluasi dan Pelaporan Inspektorat Labura, Hafifjuddin, menyatakan pihaknya hanya akan bertindak sesuai rekomendasi BPK.

“Kami hanya menjalankan sesuai rekomendasi BPK. Apa yang direkomendasikan BPK, itulah yang kami tindak lanjuti,” ujarnya.

Kontroversi semakin memanas ketika Hafif menantang media untuk menuntut BPK karena tidak mencantumkan unsur pidana dalam laporannya.

“Tidak ada dinyatakan BPK unsur pidananya pula, tuntut saja kewenangan dia, kenapa kamu buat tidak ada unsur pidananya begitu,” tegasnya.

Pernyataan ini dinilai menunjukkan kesalahpahaman fatal atau upaya mengalihkan isu terkait pembagian tugas antara lembaga audit eksternal dan internal.

Gunawan Situmorang dari Aliansi Mahasiswa Peduli Demokrasi (AMPD) Sumatera Utara menilai Inspektorat memiliki kewajiban proaktif melaporkan temuan korupsi kepada aparat penegak hukum.

“Inspektorat tidak boleh menolak menindaklanjuti temuan atau melempar tanggung jawab. Mereka wajib berkoordinasi dengan aparat penegak hukum, meski BPK tidak secara eksplisit menyebutkan unsur pidana,” tegas Gunawan.

Menurutnya, Inspektorat tidak bisa berlindung di balik Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK. Ia menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 dan Nomor 15 Tahun 2006 menetapkan BPK hanya sebagai auditor keuangan, bukan penyidik. Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 menegaskan Inspektorat adalah garda terdepan pengawasan internal.

Gunawan juga mengingatkan bahwa Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 menegaskan pengembalian kerugian negara tidak menghapus potensi pidana. Dengan demikian, fokus Inspektorat hanya pada pengembalian uang tidak bisa dijadikan alasan mengabaikan indikasi tindak pidana.

Ia mendesak aparat penegak hukum seperti Kejaksaan dan Kepolisian segera bertindak.

“Temuan BPK harus dijadikan pijakan kuat untuk penyelidikan mendalam. Penegak hukum perlu mengusut dugaan korupsi di Dinkes sekaligus menyelidiki apakah ada unsur kesengajaan dari Inspektorat untuk melindungi pihak tertentu,” pungkasnya.

Tanpa tindakan tegas, kasus ini dikhawatirkan menjadi preseden buruk yang merusak kepercayaan publik terhadap lembaga pengawasan internal.(Eko/tim)

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *