banner 728x250 banner 728x250
Hukum  

Kasus Mafia Tanah Perkebunan MUBA: Rugikan Negara Miliaran, Konflik Puluhan Tahun Belum Tuntas

SEKAYU, Beritafaktanews.id – Kasus dugaan praktik mafia tanah perkebunan di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan, kembali mencuat. Ribuan hektar kebun di luar Hak Guna Usaha (HGU) dikelola PT Guthrie Pecconinna Indonesia (GPI) tanpa Izin Usaha Perkebunan (IUP) resmi sejak awal berdiri. Kondisi ini diperparah dengan tidak adanya kejelasan status lahan, manipulasi dokumen, hingga kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp79 miliar, sebagaimana tercatat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Penyidikan yang dimulai sejak Januari 2024 oleh Kejaksaan Negeri Musi Banyuasin, telah memeriksa puluhan pihak, mulai dari perangkat desa, kecamatan, Dinas Perkebunan, hingga jajaran Badan Pertanahan Nasional (BPN). Namun proses penindakan dinilai berjalan lamban, bahkan belum menyentuh oknum camat, lurah, pengurus KUD, dan pejabat terkait lainnya.

Pemalsuan Dokumen dan Pencucian Uang

Ketua LIPER-RI Muba, Arianto, S.E., yang juga dikenal sebagai Komando Perjuangan Rakyat, menyampaikan bahwa pihaknya menemukan indikasi kuat pemalsuan dokumen seperti surat jual beli tanah dan Surat Pengakuan Hak (SPH). Diduga, proposal dari kecamatan serta alokasi dana senilai Rp600 juta digunakan untuk memanipulasi SPH atas nama kelompok masyarakat, padahal faktanya tidak pernah memiliki lahan tersebut.

Ironisnya, hasil kebun dari lahan tersebut dibagikan setiap bulan selama 13 tahun kepada penerima plasma yang bukan pemilik lahan sah. Temuan ini masuk dalam skema dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan kini menjadi bagian dari penyitaan aset.

4.500 Hektar Lahan Dikuasai Ilegal

Hasil pengukuran terbaru dari ATR/BPN Muba bersama Kejari dan Forkopimda menunjukkan bahwa sekitar 4.000 hektar lahan di luar HGU dikelola PT GPI secara ilegal. Selain itu, terdapat 500 hektar lahan milik kelompok Madani Adenas yang dikuasai oleh KUD Muda Rasan Jaya dan PT GPI. Tanah milik kelompok masyarakat ini telah diinventarisasi, namun hasilnya dinikmati oleh pihak lain selama puluhan tahun.

“Yang paling menyedihkan, lahan kami ada, tapi bukan kami yang menikmati. Bahkan, konflik ini telah menelan korban jiwa tiga orang dan ada yang dipenjara akibat ulah mafia tanah,” ujar Arianto.

Tuntutan Penyelesaian dan Aksi Massa

Arianto menegaskan bahwa publik kini menanti ketegasan Kejaksaan Agung, Jampidsus, dan Kejaksaan Tinggi Sumsel. Ia menyampaikan bahwa pihaknya telah menerima surat dari Direktur Penyidikan Jampidsus tertanggal 18 Juni 2025, yang menyatakan bahwa penanganan perkara ini diserahkan ke Kejati Sumsel.

“Kami sudah menyerahkan kembali berkas dan berkoordinasi dengan Kejati Sumsel. Ini harus menjadi prioritas. Jangan sampai mafia tanah terus mengeruk keuntungan dari keringat rakyat Muba,” tegasnya.

Seruan ke Pemkab dan DPRD Muba

Arianto juga mendesak Bupati Muba H. Toha dan Ketua DPRD Junaidi Gumai untuk menunjukkan komitmen nyata dalam membela hak masyarakat. Ia menolak rakyat Muba menjadi korban penindasan dan perampasan hak oleh para mafia perkebunan dan oknum pengurus koperasi.

Rencana Aksi Demo Besar-Besaran

Dalam waktu dekat, gabungan kelompok masyarakat, ormas, dan lembaga aktivis akan menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran di depan Kejaksaan Tinggi Sumsel. Aksi ini sebagai bentuk dukungan moral terhadap upaya Kejaksaan dalam memberantas korupsi dan mafia tanah.

“Ini adalah perjuangan rakyat. Kami datang sebagai mitra Adhyaksa Wicaksana, yang selama ini kami dukung. Saatnya menuntaskan kasus puluhan tahun ini. Jangan ada lagi rakyat yang dizalimi!” pungkas Arianto. Izin tayangkan (Red)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *