Sawahlunto, Beritafaktanews.id — Di tengah upaya pemberdayaan ekonomi lokal dan pelestarian lingkungan, kisah sukses Madu Galo-Galo Cupiang menjadi bukti nyata bahwa usaha mikro berbasis alam dapat menembus pasar nasional bahkan internasional.
Usaha ini dirintis oleh Hery Setiawan, warga Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, sejak 2016. Berangkat dari kepeduliannya terhadap potensi alam lokal dan semangat pelestarian lingkungan, Hery mulai membudidayakan lebah tanpa sengat (Trigona sp.) yang dikenal masyarakat setempat sebagai “galo-galo”.
Nama Cupiang sendiri diambil dari istilah lokal untuk beruang madu, melambangkan kekuatan, ketekunan, dan kedekatan dengan alam.
Madu Bernilai Tinggi, Diproses Secara Alami
Budidaya lebah kelulut ini menghasilkan berbagai produk unggulan, seperti madu, propolis, dan bee pollen. Seluruh produk diproses secara alami, higienis, dan ramah lingkungan.
Madu galo-galo dikenal mengandung fenolik dan antioksidan tinggi dengan rasa asam-manis khas yang berasal dari kantung propolis—memberikan manfaat kesehatan yang luar biasa.
Titik Balik: Dukungan Rumah BUMN
Tahun 2020 menjadi awal perubahan besar ketika Hery bergabung sebagai mitra binaan Rumah BUMN Sawahlunto dan PT Bukit Asam Tbk.
Sejak saat itu, ia mendapatkan dukungan berupa pelatihan manajemen usaha, bantuan permodalan, pengemasan produk, hingga promosi dan pemasaran.
“Dari awal kami dibantu untuk tumbuh. Kami diajak ikut pameran nasional hingga internasional. Itu membuka wawasan dan memperluas pasar,”
— Hery Setiawan, Founder Cupiang.
Kini, produk Madu Galo-Galo Cupiang telah menjangkau berbagai daerah di Indonesia seperti Bali dan Kalimantan, bahkan mulai diekspor ke Malaysia dalam skala terbatas.
4G: Galo-Galo Go Global
Mengusung slogan 4G – Galo-Galo Go Global, Hery terus berinovasi dengan mengembangkan berbagai produk turunan, di antaranya:
Sabun & sampo propolis
Balsem herbal & masker wajah
Kopi propolis
Madu saset & madu premium
Bee pollen bahkan diolah menjadi produk kosmetik alami yang menyasar pasar konsumen peduli kesehatan dan kealamian.
Dalam satu periode panen (sekitar 1,5 bulan), omzet usaha ini bisa mencapai Rp56 juta, membuktikan potensi besar UMKM berbasis alam bila dikelola secara profesional.
Ekonomi Lokal dan Pelestarian Alam Berjalan Seiring
Lebih dari sekadar bisnis, Madu Galo-Galo Cupiang juga menjadi motor pelestarian alam. Budidaya lebah kelulut tidak hanya menghasilkan nilai ekonomi, tetapi juga menjaga ekosistem dan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya memanfaatkan hasil hutan bukan kayu tanpa merusak lingkungan.
PT Bukit Asam Tbk melalui Rumah BUMN Sawahlunto menilai inisiatif ini sebagai bagian penting dari program pengembangan UMKM berkelanjutan, dengan visi menjadikan pelaku usaha kecil mampu tumbuh, mandiri, dan bersaing di pasar global.
Inspirasi dari Kota Tambang
Dari sebuah kota tambang yang kaya sejarah, kisah Madu Galo-Galo Cupiang menjadi inspirasi bahwa produk lokal yang digarap serius, ramah lingkungan, dan inovatif bisa menembus pasar dunia.
“Kami yakin, dari Sawahlunto, kami bisa mendunia,”
— Hery Setiawan, Founder Cupiang.
(Red)