banner 728x250 banner 728x250
Daerah  

Direktur Holding: Ini Soal Penertiban Aset, Bukan Pengingkaran Jasa

SURABAYA Beritafaktanews.id– Sengketa hukum antara Jawa Pos dengan tokoh pers nasional Dahlan Iskan dan Nany Wijaya kembali mencuat ke publik. Namun pihak manajemen Jawa Pos menegaskan bahwa persoalan tersebut murni berkaitan dengan penertiban aset perusahaan, bukan bentuk pengingkaran terhadap jasa dan peran besar Dahlan Iskan dalam sejarah media tersebut.

Penegasan ini disampaikan langsung oleh Direktur Jawa Pos Holding, Hidayat Jati, dalam keterangannya kepada media, Minggu (13/7). Menurutnya, langkah hukum yang diambil perusahaan merupakan bagian dari komitmen untuk merapikan struktur kepemilikan aset secara legal dan transparan.

“Seperti semua aksi korporasi, direksi harus merapikan pembukuan dan menjaga tata kelola perusahaan, dalam memastikan kejelasan status kepemilikan asetnya,” kata Jati.

Ia menambahkan, dorongan kuat untuk melakukan penertiban dimulai sejak program tax amnesty pemerintah pada 2016, yang kemudian dilaporkan dalam laporan keuangan resmi dan disahkan dalam RUPS Jawa Pos.

“Pada RUPS tersebut, keputusan pemegang saham bulat,” ujarnya.

Aset Tumpang Tindih

Jati mengakui bahwa selama proses penertiban aset, ada sejumlah kepemilikan yang beririsan dengan pihak lain, termasuk milik Dahlan Iskan. Namun ia menegaskan bahwa sebagian besar sudah diselesaikan secara damai dan kompromis.

“Upaya penertiban di aset-aset Pak Dahlan yang prosesnya tadinya rumit, sebagian besar bisa diselesaikan baik-baik kok,” imbuhnya.

Salah satu penyelesaian tersebut melibatkan kompensasi atas kewajiban Dahlan Iskan kepada Jawa Pos yang berasal dari investasi di proyek PLTU Kaltim, yang diselesaikan melalui penyesuaian saham.

“Itulah sebabnya mengapa saham Pak Dahlan di Jawa Pos saat ini sebesar 3,8 persen,” jelas Jati.

Masalah Lama, Warisan Era Soeharto

Jati menyinggung bahwa akar dari banyak persoalan aset di tubuh Jawa Pos berasal dari praktik nominee di masa lalu, saat SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers) hanya dapat diterbitkan atas nama pribadi.

“Banyak aset atau saham yang dulu dititipkan atas nama direksi. Praktik itu masih berlanjut meskipun aturan sudah dicabut,” katanya.

Sejak wafatnya Eric Samola, pendiri Jawa Pos, pada akhir 2000, penertiban mulai dijalankan. Namun, proses ini memakan waktu karena jumlah aset yang besar dan tersebar di banyak lokasi.

“Ada yang bisa diselesaikan secara mufakat, namun beberapa kasus tersisa dan akhirnya masuk jalur hukum,” tambahnya.

Kasus PT Dharma Nyata

Salah satu kasus yang kini jadi sorotan adalah sengketa atas aset PT Dharma Nyata. Menurut Jati, seluruh mantan direksi Jawa Pos tahu bahwa aset tersebut bukan milik pribadi.

“Aset itu milik Jawa Pos dan ada upaya balik nama sejak tahun 2001. Ada banyak bukti valid soal ini,” tegasnya.

Ia juga menyoroti fakta bahwa PT Dharma Nyata rutin membagikan dividen ke Jawa Pos hingga tahun 2017, sebelum akhirnya terhenti usai Nany Wijaya diberhentikan dari posisi di holding.

“Makanya, aset PT Dharma Nyata harus Jawa Pos selamatkan,” ujarnya.

Terbuka untuk Dialog

Meski langkah hukum telah ditempuh dalam beberapa kasus, Jati menegaskan bahwa pihaknya tetap membuka ruang dialog.

“Kami selalu terbuka untuk itu, karena kami sadar bahwa bila tidak paham duduk perkaranya, akan mudah muncul salah persepsi,” pungkasnya.
Izin tayangkan (Red)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *