Ketika Amerika Serang Aceh: Dendam dari Kapal Dagang yang Dirampok

banner 468x60

Jakarta, Beritafaktanews.id – Pagi yang berkabut di Salem, Massachusetts, awal 1831, menjadi awal kisah kelam antara Amerika Serikat dan Kesultanan Aceh. Charles Mosem Endicott, kapten kapal dagang Friendship, bersiap mengarungi samudra menuju salah satu titik panas perdagangan rempah-rempah dunia: Aceh.

Tujuan pelayaran itu bukanlah pelabuhan Eropa, melainkan ke Kuala Batu, pelabuhan penting di barat Aceh. Lada—si emas hitam dari Asia—menjadi komoditas utama yang membuat bangsa-bangsa Eropa dan Amerika rela menempuh ribuan mil.

Bacaan Lainnya
banner 300x250

Namun, yang terjadi di Kuala Batu jauh dari skenario perdagangan damai. Pada 7 Februari 1831, ketika Endicott sedang merundingkan pembelian lada, kapal Friendship diserang sekelompok bersenjata. Tiga awak kapal tewas, lainnya ditawan, dan kapal dirampas.

> “Serangan brutal terhadap kapal Amerika itu membuat geger seluruh Salem dan Washington,” tulis Farish A. Noor dalam riset “The Battle of Quallah Battoo in 1832”.

 

Endicott berhasil merebut kembali kapalnya dengan bantuan kapal dagang lain. Namun kapal sudah rusak, dan muatan berharga senilai USD 50.000 hilang. Ia pulang membawa cerita horor, bukan lada.

Presiden Jackson Murka

Pada 20 Juli 1831, setibanya di Salem, laporan penyerangan itu langsung diteruskan ke Presiden Andrew Jackson. Sebagai mantan jenderal perang dan panglima tertinggi, Jackson tak tinggal diam. Ia memerintahkan serangan militer ke Aceh. Ini menjadi operasi militer pertama AS ke Asia.

Awal 1832, kapal perang USS Potomac dengan 300 marinir tiba di Kuala Batu. Tanpa negosiasi, AS menghujani pelabuhan dengan meriam dan mendaratkan pasukan bersenjata lengkap. Serangan itu menewaskan sedikitnya 450 orang Aceh, sementara AS hanya kehilangan dua orang prajurit.

> “Ini bukan hanya pembalasan. Ini demonstrasi kekuatan maritim AS di panggung global,” tulis Claude Berube dalam On Wide Seas (2021).

 

Dibalik Serangan: Ada Dendam Tersembunyi

Ratusan tahun kemudian, sejarawan menemukan fakta yang mengubah perspektif. Dalam Death on an Empire (2011), Robert Booth menulis bahwa pedagang AS sebelum kedatangan Friendship sering melakukan kecurangan: mengurangi takaran, merugikan penduduk Aceh. Serangan terhadap kapal itu diyakini sebagai luapan kemarahan yang telah lama dipendam.

Dengan demikian, apa yang tercatat sebagai aksi barbar dari penduduk lokal, sebenarnya bisa ditelusuri ke praktik dagang culas dan arogansi kolonialisme baru dari Barat.

Warisan Panjang Konflik dan Intervensi

Peristiwa ini menjadi satu-satunya serangan langsung militer AS ke wilayah Indonesia hingga hari ini, tepat 249 tahun sejak AS merdeka pada 4 Juli 1776. Ia menjadi pengingat bahwa jalur rempah juga pernah berdarah, dan dunia dagang bisa berubah menjadi medan perang saat keadilan dilanggar. (Red)

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *